Rabu, 13 Juni 2012

ANALISIS TRANSAKSIONAL



    Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain, yakni AT adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. AT menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru, juga menekankan aspek-aspek kognitif-rasional-behavioral kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
    Pendekatan tentang AT ini dikembangkan oleh Eric Berne (1964). Landasan teori yang digunakan Berne menyajikan tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak. Dalam proses terapeutik AT terdapat persamaan kekuaraan terapis dan klien. Klien menentukan apa yang akan diubah, dan agar perubahan menjadi kenyataan, klien mengubah tingkah lakunya secara aktif. Pada dasarnya, AT  berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan membuat putusan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-perasaannya.

Konsep-konsep utama
    Dalam hal pandangan tentang sifat manusia. Memang AT berpijak pada asumsi bahwa setiap orang sanggup menentukan putusan-putusan untuk dirinya sendiri dan memahaminya. Namun, meski AT meletakkan kepercayaan pada kesanggupan individu tersebut, tidak berarti orang-orang terbebas dari pengaruh kekuatan-kekuatan sosial. Maksudnya, bagaimanapun juga orang-orang juga dipengaruhi oleh pengharapan-peangharapan dan tuntutan-tuntutan dari orang lain yang berarti. Dengan demikian putusan-putusan yang ditetapkan terlebih dahulu memiliki kemungkinan untuk tidak ditetapkan lagi dan membuat putusan-putusan yang baru. Hal itu terdapat pula pada pendapat Harris (1967) yang sepakat bahwa manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak terbelenggu oleh masa lalunya, “apa yang suatu ketika ditetapkan, dapat menjadi tidak ditetapkan”. Sedangkan pada Berne, ia berpendapat bahwa manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu hal yang paling pertama dipelajarinya adalah berbuat sebagaimana diperintahkan, dan dia menghabiskan sisa hidupnya dengan berbuat seperti itu. Berne merasa bahwa hanya sedikit orang yang sampai pada kesadaran akan perlunya menjadi otonom.
    Pandangan tentang manusia ini memiliki implikasi-implikasi nyata bagi praktek terapi AT. Terapis mengakui bahwa salah satu alasan mengapa seseorang berada dalam terapi adalah karena dia ingin memasuki persekongkolan dan memainkan permainan dengan orang lain.
    Dalam landasan teori kepribadian untuk sistem terapi AT, digunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak. Ego Orang Tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari subtitut orang tua. Merasakan perasaan orang tua kita dan bertingkah laku seperti bagaimana orang tua bertindak terhadap kita. Ego Orang Dewasa adalah pengolahan data dan informasi. Sebuah bagian obyektif dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi, tidak emosional dan tidak menghakimi. Ego ini menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu. Ego Anak, berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan spontan. Terdapat tiga kriteria “Anak” dalam diri kita. “Anak alamiah”, adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. “Profesor Cilik” adalah kearifan yang asli dari seorang anak, manipulatif dan kreatif, kriteria itu adalah bagian dari ego anak yang intuitif. “Anak yang disesuaikan”, yaitu suatu modifikasi dari Anak Alamiah yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketetapan-ketetapan tentang bagaimana caranya memperoleh belaian.

Skenario-skenario kehidupan dan posisi-posisi psikologis dasar
    Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan awal yang kita buat sebagai anak dan kita bawa sebagai orang dewasa. Segala hal yang kita terima dari orang tua yang akhirnya mengakibatkan terjadi pembentukan perasaan. Perasaan sebagai pemenang (perasaan “OK”) ataupun perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan “Tidak OK”), dimana perasaan itu selanjutnya membentuk posisi dasar dalam hidup.

Dalam AT terdapat konsep mengenai empat posisi dasar dalam hidup, yaitu:
www.jurnalmagang.blogspot.com | analisis transaksional
Saya OK – Kamu OK
Posisi yang sehat dengan perasaan sebagai pemenang dimana dua orang dapat menjalin hubungan langsung yang terbuka.
Saya OK – Kamu Tidak OK
Posisi yang arogan dengan memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan orang lain. Posisi ini cenderung menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dalam penyingkiran diri.

Saya Tidak OK – Kamu OK
Adalah posisi orang yang mengalami depresi, merasa tak kuasa dibanding orang lain, dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keinginan sendiri.
Saya Tidak OK – Kamu Tidak OK
Sebuah posisi seseorang yang menyingkirkan semua harapan, yang kehilangan minat hidup, dan yang melihat hidup sebagai tidak mengandung harapan.

Kebutuhan manusia akan belaian
    Baik secara fisik maupun emosional, manusia membutuhkan belaian. Terpenuhi atau tidak, hal itu sangat mempengaruhi sehat tidaknya perkembangan fisik maupun emosional. Oleh karena itu, AT memberikan perhatian pada bagaimana orang menyusun waktunya dalam usaha memperoleh belaian. Belaian bisa positif dan bisa pula negatif. Dengan demikian, menurut AT, kita seharusnya memahami bagaimana kita memperoleh belaian, belajar untuk memperoleh belaian yang kita inginkan, dan bertanggung jawab akan ganjaran atau hukumannya.
    Belaian positif akan berpengaruh pada perkembangan pribadi yang sehat secara psikologis dengan perasaan OK, dan kita akan terelihara dengan baik apabila belaian yang kita terima otentik dan bersumber pada posisi “Saya OK – Kamu OK”. Sebaliknya, belaian negatif akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan seseorang (anak), dimana pesan yang dikirim berada pada posisi “Kamu Tidak OK” yang menyangkut pengucilan, penghinaan, pencemoohan, dan sifat negatif lainnya.
    Teori AT menyatakan bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa dipahami dalam hubungannya dengan cara seseorang menyusun waktu. AT juga menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Menurut Berne dan Harris, ada enam tipe transaksi yang bisa muncul diantara orang-orang, yakni penarikan diri, upacara-upacara, aktivitas-aktivitas, hiburan, permainan-permainan, dan keakraban. Lima tipe pertama bisa membuat orang terpisah meski masih bergunadan diperlukan untuk mengubah skenario dan mendapatkan belaian. Sedangkan keakraban adalah merupakan bentuk terbaik dalam mendapatkan belaian, keakraban merupakan hubungan yang bebas dari permainan kerena tujuannya tidak tersembunyi.

Tujuan-tujuan terapi
    Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah menolong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya. Harris melihat tujuan AT sebagai membantu individu agar memiliki kebebasan memilih, kebebasab mengubah keinginan, kebebasan mengubah respons-respons terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru. Mungkin dapat dijelaskan bahwa tujuan terapi adalah agar ego Orang Dewasa tidak tercemari oleh ego yang lain, sehingga dapat dengan bebas memilih pilihan secara baik tanpa ada rasa emosional maupun rasa ingin menghakimi.
    Pada Berne, dinyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yakni kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Sama dengan Berne, James dan Jongeward (1971) melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama AT, yang bagi mereka berarti “mengatur diri, menentukan nasib sendiri, memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan dan perasaan-perasaan sendiri, serta membuat pola-pola yang tidak relevan dan tidak pantas bagi kehidupan di sini-dan-sekarang”.

Fungsi dan peran terapis
    AT dirancang untuk memperoleh pemahaman emosional maupun pemahaman intelektual. Dari situ, Harris melihat peran terapis sebagai seorang “guru, pelatih, dan narasumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan”. Sebagai guru, terapis menerangkan segala konsep-konsep yang ada pada setiap analisis. Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang otonom.
    Terapis bukanlah seorang ahli yang tidak memihak, menyingkirkan diri, dan superior untuk menyembuhkan “pasien yang sakit”. Sebagian besar teoris menekankan pentingnya hubungan yang setaraf antara terapis dan klien. Pada dasarnya tugas terapis adalah mendorong klien agar dapat mencapai ego Orang Dewasanya sendiri tanpa dipengaruhi atau bergantung pada kebijaksanaan terapis. Terapis harus bisa membantu  agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi perubahan.

Pengalaman klien dalam terapi
    Klien harus memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk memahami dan menerima suatu kontrak terapi. Dalam hal ini klien menyatakan tujuan terapinya sendiri dalam formulir kontrak. Disini klien sepenuhnya menentukan bagaimana putusan-putusan yang akan ia lakukan kemudian, dan diharapkan peran terapis untuk memihak, mendorong klien agar dapat memenuhi apa yang ia tentukan dengan kesadaran yang realistis.
    Harris mengungkapkan tiga alasan yang menjadi penyebab orang-orang mendatangi terapi dan menginginkan perubahan :
Yang pertama ialah mereka cukup menderita akan suatu hal dan ingin berubah dengan berhenti mengalami hal tersebut atau pindah kepada hal lainnya.
Sebab kedua adalah satu tipe keputusasaan yang lambat yang disebut perasaan bosan atau kejenuhan (akan suatu hal).
Hal ketiga adalah penemuan yang mendadak bahwa mereka bisa berubah.
Harris menjelaskan lagi bahwa apabila pasien (klien) telah mengetahui tentang mengapa ia melakukan sesuatu dan bagaimana antisipasi untuk menghentikan sesuatu itu, maka dapat dikatakan ia sembuh. Dalam artian pasien telah memahami betul akan cara penyembuhan dan ia dapat melakukannya berulang-ulang, maka kemudian hal tersebut akan membawanya pada perubahan.

Hubungan antara terapis dan klien
    AT adalah suatu bentuk terapi berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam AT haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dinyatakan secara ringkas, dan tidak bersifat luas. Sebagai sesuatu yang dapat diubah, kontrak-kontrak bisa dibuat bertahap-tahap. Kemudian terapis akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak yang bagi klien adalah kontrak terapi. Banyak klien yang mengeluh bahwa mereka tidak tahu apa yang akan diinginkannya, atau terlalu bingung untuk bisa membuat suatu kontrak yang jelas. Dalam keadaan demikian, klien dapat membuat kontrak jangka pendek, atau kontrak yang lebih mudah hingga klien dapat menentukan tujuan terapinya. Patut dicatat bahwa kontrak bukanlah tujuan, melainkan suatu alat untuk membantu seseorang menerima tanggung jawab karena menjadi otonom.



    Dari semua jabaran diatas dapat kita lihat bahwa Analisis Transaksional adalah suatu bentuk terapi psikologi yang menggunakan sistem kontrak antara klien dengan terapis. Dimana penekanannya tertuju pada putusan-putusan yang ditetapkan, diharapkan, oleh klien sendiri, dalam menghadapi berbagai hal di kehidupannya. Sistematis, klien membuat kontrak terapi bersama terapis, dengan ketentuan akan tujuan yang ia harapkan. Keduanya menyusun tugas masing-masing. Di dalam terapi, klien akan melakukan apa saja yang telah ia rumuskan, dan terapis akan membantu klien untuk mencapai tujuan dengan memberikan segala hal yang bersifat mendorong klien agar dapat bertindak secara realistis dan rasional. Sebuah tujuan dari terapi tidak lain adalah suatu perubahan dari kondisi yang dirasa perlu untuk diubah, bagi diri klien.

Dari berbagai sumber

4 komentar :